Pengkajian masalah kesejahteraan sosial dalam antropologi
hukum pada mulanya diawali dengan upaya untuk
menjawab pertanyaan, apakah masyarakat lain di luar Eropa-Amerika
mengenal sistem kesejahteraan sosial seperti yang sudah dikenal di negara-negara
tersebut dan seperti apa bentuknya.
Dalam kaitannya dengan hukum, masalah kesejahteraan sosial
mendapat tempat dalam perundang-undangan dan peraturan yang resmi dari
pemerintah. Namun kenyataannya, konsepsi kesejahteraan sosial adalah lebih luas
daripada itu. Konsepsi kesejahteraan sosial hidup dalam pergaulan masyarakat.
Ia dilandasi oleh prinsip, adat, aturan, dan norma-norma lain yang diwujudkan
dalam bentuk hak dan kewajiban sosial dalam interaksi antar orang.
Kajian ini yang mendekati masalah kesejahteraan sosial dari
sudut antropologi hukum berupaya menganalisa bagaimanakah sistem norma berupa
perundang-undangan dan peraturan resmi itu dalam praktek mengatur kehidupan
sosial.
Suatu hal yang perlu diperhatikan dalam kaitan ini adalah
bahwa pada masyarakat ini, perilaku masyarakat terhadap ketidakpastian
sosial-ekonomi.
Contoh kesejahteraan sosial dalam antropologi hukum adalah
pada masyarakat Batak Toba. Struktur kekerabatan pada masyarakat itu adalah
patrilineal tetapi unsur matrifokal juga terkandung dalam sistem kekerabatannya.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila posisi wanita Batak Toba dalam ekonomi
terkenal kuat sejak dulu. Penghasilan keluarga, baik sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada aktivitas wanita dalam bidang ekonomi. Dalam dekade terakhir
ini, sejak lahan pertanian tidak lagi cukup memberikan hasil panen dan
kesempatan kerja, baik laki-laki maupun wanita, wanita mencari alternatif lain
diluar pertanian untuk bisa memberi dukungan ekonomi bagi kelangsungan
keluarganya.
Pendekatan antropologi hukum dapat menjelaskan
masalah-masalah hukum yang muncul dalam masalah penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Permasalahan yang dimaksud adalah permasalahan karena adanya berbagai
pranata hukum yang mendasari mekanisme penyelenggaraan kesejahteraan sosial
yang bersifat kontekstual dan bagaimanakah pranata itu bekerja dalam realita.
Apa relevansi mengkaji masalah kesejahteraan sosial dengan
pendekatan antropologi hukum?
Dalam rangka menggali pranata-pranata yang dihayati sebagai
hukum oleh individu, kelompok atau masyarakat, maka sebagai upaya untuk
mengungkapkan kasus-kasus sengketa maupun non-sengketa, dapat diberikan
penjelasan mengenai apa yang disebut sebagai hukum yang hidup itu. Pada tahap
selanjutnya dapat ditelusuri bagaimanakah pranata hukum bekerja dalam praktiknya.
Kemudian melalui kasus-kasus yang diperoleh di lapangan dapat ditelusuri
bagaimanakah pranata hukum yang ideal dengan keadaan yang nyata terjadi. Hal
ini dilakukan dengancara mengkaji berbagai aspek di luar hukum (sosial,
ekonomi, politik) yang mempengaruhi hukum secara terintegrasi.
Pada umumnnya kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai
suatu perlindungan masyarakat terhadap ketidakpastian ekonomi yang disebabkan
oleh sangat berkurangnya atau bahkan berhentinya penghasilan seseorang karena
kondisi-kondisi tidak bisa bekerja itu.
Pada dasarnya konsepsi mengenai kesejahteraan sosial ada
dalam setiap masyarakat, hanya saja perumusannya berbeda. Kemudian dalam
perumusan tersebut bentuk dan luas aktivitas kesejahteraan sosialnya juga
mungkin berbeda. Perumusan masalah kesejahteraan sosial datang pertama kali dari negara-negara Eropa
; namun tidak berarti bahwa masyarakat diluar Eropa tidak memiliki konsep
kesejahteraan sosial.
Dalam kaitannya dengan hukum, masalah kesejahteraan sosial
mendapat tempat dalam perundang-undangan dan peraturan yang resmi dari
pemerintah. Namun dalam kenyataannya, konsepsi kesejahteraan sosial adalah
lebih luas daripada itu. Konsepsi kesejahteraan sosial hidup dalam
pergaulanmasyarakat. Ia dilandasi oleh prinsip, adat, aturan dan norma-norma
lain ; yang diwujudkan dalam bentuk hak dan kewajiban sosial dalam interaksi
antar orang.
Kajian ini, yang mendekati masalah kesejahteraan sosial dari
sudut antropologi hukum, berupaya menganalisa bagaimanakah system norma berupa
perundang-undangan dan peraturan resmi itu dalam praktek mengatur kenyataan
kehidupan sosial yang berdasarkan konsepsi yang lebih luas dan sering berbeda
dari sistem norma tadi.
Sumber :
- Antropologi Hukum : Sebuah Bunga Rampai (T.O. Ihroni ; Bab IX)
- Antropologi Hukum (Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. ; Drs. H. Encup Supriatna, M.Si.)
- (http://lib.ui.ac.id/file?=pdf/abstrak-82262.pdf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar