IX
PERKAKAS REVOLUSI KITA
Dengan pelbagai ragam suara, dalam keadaan yang berbeda-beda dan oleh berbagai golongan rakyat, tujuan politik kita sudah dinyatakan yaitu kemerdekaan nasional. Tentang tujuan akhir ini, orang di seluruh Indonesia telah bulat sepakat. Hanya tentang jalan yang akan ditempuh serta alat-alat yang akan dipakai, berlain-lainan pendapat orang.
Pertukaran
susunan negara feodalistis ke kapitalistis yang cepat dan tidak sesuai dengan
kemauan alam menyebabkan bangsa Indonesia berubah cepat cara berpikirnya.
Tetapi, perubahan cara berpikir ini biasanya tertinggal dari perubahan ekonomi.
Umumnya bangsa kita secara lahiriah tampak modern sesuai dengan zaman kapitalis
tetapi cara berpikirnya masih kuno, masih tinggal di zaman dahulu, seperti masih
menganut Mahabarata, Islam, dan berbagai macam takhayul dan kepercayaan kepada
hantu, jin, kesaktian gaib, batu keramat dan lain-lain. Mereka masih terus
seperti anak-anak dan berpikiran fantasi.
Kekalahan
dalam persaingan ekonomi dengan kapital Barat yang lebih kuat itu menyebabkan
terbitnya pikiran tidak betul dan anarkis (melanggar peraturan) tidak melihat
sesuatu dalam sifatnya yang sebenarnya. Ini terjadi terutama di kalangan
penduduk dusun-dusun kecil yang baru dikalahkan dan digencet dan sebagian dari
kaum buruh industri dan pertanian yang masih muda yakni mereka yang baru
dirampas miliknya.
Sebagaimana
perbedaan tingkat dalam industrialisasi demikian pulalah perbedaan pikiran
penduduk di berbagai daerah di Indonesia. Kita tunjukkan saja perbedaan
kemajuan pikiran antara penduduk Jawa dan saudara-saudara kita di Halmahera,
atau antara saudara-saudara yang ada di Surabaya dan Semarang yang telah sadar
itu dengan penduduk desa yang tidak berindustri. Di mana kapitalisme tumbuh,
serta berurat-berakar, di sana mulai hiduplah rasionalisme dan pikiran yang
sehat serta lenyaplah dengan perlahan-lahan kepercayaan kepada segala takhayul.
Jadi, psikologi dan ideologi jiwa dan akal rakyat bangsa Indonesia sejalan
dengan kecerdasan kapitalisme yang senantiasa berubah-ubah. Yang lama lenyap
dan yang baru menjadi cerdas.
Sukar
sekali membawa sekalian perbedaan pikiran yang sedang dalam transformasi itu
kepada satu cita-cita yang sama membangun dan tak berubah. Karena itu pekerjaan
yang berat sekali bagi kaum revolusioner akan membawa seluruh rakyat Indonesia
kepada garis-garis yang sesuai dan selaras dengan aksi-aksi marxistis. Ia mudah
tergelincir menjadi tindakan cari untung, anarki, dan mempercayai jimat-jimat.
Sampai
waktu ini belum ada satu partai yang pandai menarik satu garis yang cocok
dengan keadaan-keadaan yang ada di Indonesia dan memimpin rakyat kita di
sepanjang garis itu. Beberapa partai berturut-turut tersesat di jalan yang
tidak membawa ke tujuan.
Mempercayai
jalan parlementer yang tenteram, yakni meretas jalan kemerdekaan Indonesia
dengan cara berebut kursi dalam Dewan Rakyat dan meminta-minta supaya diberikan
kekuasaan politik, kita namai "percobaan untung-untungan" yang
menyesatkan. Percobaan ini hanya dapat dipikirkan secara teoretis dan praktis
di dalam negeri jajahan yang mempunyai borjuasi bumiputra. Kerja bersama yang
jujur dengan golongan penjajah Belanda di luar atau di dalam Dewan Rakyat
adalah pengkhianatan terhadap rakyat Indonesia.
Tidak
dimaksudkan bahwa kita selamanya membelakangi Dewan Rakyat. Sebaliknya, bila
besok atau lusa kita mendapat kesempatan melalui jalan pemilihan yang langsung
untuk menduduki Dewan Rakyat, kewajiban kitalah memasukinya. Sungguh kita
berbuat keliru dan penakut bila tidak bertindak begitu. Tetapi, belum semenit
juga kita bermaksud bekerja bersama di dalam Dewan Rakyat dengan perampok gula,
pencuri minyak dan penyamun getah, kita terpaksa memasukinya, menentang,
melakukan aksi oposisi dengan penuh keberanian, dan memecahkan topeng mereka.
Kita pergunakan Dewan Rakyat sebagai "Pengadilan Rakyat" dan kita
rintangi tindakan pemerintah dari dalam. Dengan berbuat demikian, dapatlah kita
sekadarnya mendidik rakyat yang tak boleh menulis dan bicara politik di luar
Dewan Rakyat itu.
Mempergunakan
cara yang sangat bertentangan dengan yang tersebut di atas, kita anggap suatu
kebodohan pula karena lebih banyak merugikan usaha kemerdekaan seperti yang
dipikir-pikirkan oleh kebanyakan
bangsa kita. Selama seorang percaya bahwa kemerdekaan akan tercapai dengan
jalan "putch" atau
anarkisme, hal itu hanyalah impian seorang yang lagi demam. Dan pengembangan
keyakinan itu di antara rakyat merupakan satu perbuatan yang menyesatkan,
sengaja atau tidak.
"Putch"
itu adalah satu aksi segerombolan kecil yang bergerak diam-diam dan tak
berhubungan dengan rakyat banyak. Gerombolan itu bisanya hanya membuat
rancangan menurut kemauan dan kecakapan sendiri tanpa memedulikan perasaan dan
kesanggupan massa. Ia sekonyong-konyong keluar dari guanya tanpa
memperhitungkan lebih dulu apakah saat untuk aksi massa sudah matang atau
belum. Dia menyangka bahwa semua lamunannya tentang massa adalah benar
sepenuhnya. Dia lupa atau tak mau tahu bahwa massa hanya dengar berturut-turut
dapat ditarik ke aksi politik yang keras (secara modern!) dan pada waktu
sengsara serta penuh reaksi yang membabi buta. "Tukang-tukang putch" lupa bahwa pada saat
revolusi ini kapan aksi massa berubah menjadi pemberontakan bersenjata tak
dapat ditentukan berbulan-bulan lebih dulu, sebagaimana yang dapat dilakukan
oleh seorang "tukang-tenung". “Revolusi
timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai macam keadaan".
Bila tukang-tukang "putch"
pada waktu yang telah ditentukan oleh mereka sendiri, keluar tiba-tiba (seperti
Herr Kapp tukang "putch"
yang termasyhur itu), massa tidak akan memberikan pertolongan kepada mereka.
Bukan karena massa bodoh atau tidak memperhatikan, melainkan karena "massa
hanya berjuang" untuk kebutuhan yang terdekat dan sesuai dengan
kepentingan ekonomi.
Tiada
satu kemenangan politik pun, hingga sekarang, yang diperoleh massa (bukan oleh
segerombolan militer!) jika tidak dengan aksi ekonomi atau politik! Kerapkali
pada awalnya orang melalui jalan yang sah. Akan tetapi, karena tukang-tukang putch keluar dari jalan yang sah, yaitu
tiba-tiba memakai kekerasan senjata penggempur pemerintah maka 99 dari 100
kejadian, mereka ditinggalkan oleh massa sebab mereka dari mula sudah
memencilkan diri dari massa. Demikian juga, 99 dari 100 kejadian, "komplot"
putch dapat diketahui musuh.
Rancangan putch selamanya bocor
karena setengah anggotanya tidak sabar dan mereka ceramah atau karena
pengkhianatan anggota yang ketakutan. Atau gerakan mereka dapat dicium
mata-mata yang mondar-mandir di mana-mana.
Membuat
putch di negeri, seperti Indonesia
(terutama di Jawa), di tempat kapital dipusatkan dengan rapinya dan dilindungi
oleh militer dan mata-mata ala Barat yang modern – sebaliknya, rakyat masih
mempercayai yang gaib-gaib, takhayul dan dongeng – samalah artinya dengan
"bermain api": tangan sendiri yang akan hangus. Kaum anarkis yang
biasanya berkata bahwa kekuasaan Barat yang kokoh ini dapat dirobohkan dengan
beberapa butir telur "yang meletup" tidak lebih cerdik daripada
seorang yang menembak batu dengan kepalanya.
Hanya
"satu aksi massa", yakni satu aksi massa yang terencana yang akan
memperoleh kemenangan, di satu negeri yang berindustri seperti Indonesia!
Aksi-Massa
tidak mengenal fantasi kosong seorang tukang putch atau seorang anarkis atau tindakan berani dari seorang
pahlawan. Aksi-massa berasal dari orang banyak untuk memenuhi kehendak ekonomi
dan politik mereka. Ia disebabkan oleh kemelaratan yang besar (krisis ekonomi
dan politik) dan siap, bilamana mungkin, berubah menjadi kekerasan. Sebuah
partai yang berdasarkan aksi massa yang tersusun pasti mampu membawa aksi massa
yang memecah pelabuhan yang tenang dan aman.
Sebagian
dari aksi massa menunjukkan dirinya dengan "pemogokan atau
pemboikotan". Bila buruh yang berjuta-juta meletakkan pekerjaannya dengan
maksud tertentu (menuntut keuntungan ekonomi dan politik) niscaya kerugian dan
kekalutan ekonomi akibat aksi mereka dapat melemahkan kaum penjajah yang keras
itu.
Menurut
kekuatan dan kemenangan kita pada waktu itu, dapatlah kita memperoleh hak-hak
politik dan ekonomi. Di India pemboikotan itu ternyata adalah pisau bermata
dua. Di satu pihak ia sangat merugikan importir Inggris, di lain pihak ia
memajukan perdagangan bumiputra. Di Indonesia ketiadaan kapital besar bumiputra
yang penting itu memberatkan pemboikotan terhadap perdagangan asing.
Bukan
saja kekuasaan besar itu disebabkan oleh ikhtiar mengumpulkan kapital yang
diperlukan, tapi juga meneruskan pemboikotan itu. Kita mudah memperkirakan
bahwa pemboikotan nasional Indonesia yang hebat dan keras sangat dibenci dan
dimusuhi oleh imperialis Belanda yang buas, seperti dia membenci pemogokan
umum.
Akan
tetapi, pemboikotan di Indonesia bukanlah pekerjaan mustahil. Di Pulau Jawa dan
di luarnya bukankah banyak kapital bumiputra kecil-kecil yang kalau dikumpulkan
ke dalam koperasi nasional dapat melahirkan kapital yang sangat besar. Tapi
ikhtiar yang serupa itu terlalu banyak meminta kesadaran, keaktifan dari seluruh
lapisan penduduk Indonesia.
Pemboikotan
pajak yang dianggap menjadi aksi itu di India tidak pernah dilakukan karena
kekuatiran borjuasi terhadap akibat revolusioner. Di Indonesia pemboikotan
pajak adalah sebuah senjata ekonomi politik yang sangat sakti.
Tetapi,
perbuatan seperti itu berarti "melanggar undang-undang" dan hanya
terjadi dalam keadaan-keadaan revolusioner di bawah pimpinan satu partai
revolusioner yang kuat betul.
Bagian
politik dari aksi massa menunjukkan diri dengan demonstrasi dan di India dengan
keengganan kerja bersama mengandung maksud politik dan ekonomi, menagih
pemerintahan sendiri (home rule) dari
imperialisme Inggris. Bagian politiknya berupa tindakan meninggalkan hal-hal
sebagai berikut:
1.
badan-badan pemerintahan;
2.
pengadilan pemerintahan;
3.
sekolah-sekolah pemerintahan; dan
4.
polisi dan tentara.
Tindakan
yang keempat, karena takut kepada pemberontakan, tidak pernah dijalankan. Yang
pertama sampai yang ketiga tidak cukup lama dilakukan dan tak cukup memberi
hasil. Apakah di Indonesia dapat lebih lama dijalankan dan lebih berhasil
daripada di India? Pertanyaan ini akan kita jawab kelak dalam satu pembicaraan
yang khusus.
Demonstrasi
politik ditunjukkan dengan massa yang berbaris di sepanjang jalan raya dan di
gedung rapat, dengan maksud mengajukan protes dan memperkuat tuntutan politik
dan ekonomi dan menunjukkan kepada musuh berapa besarnya kekuatan kita.
"Bila semboyan dan tuntutan" sungguh diteriakkan oleh massa,
demonstrasi politik dapat jadi gelombang hebat, yang makin lama semakin deras,
kuat sehingga meruntuhkan benteng-benteng ekonomi dan politik dari kelas yang
berkuasa.
Di
negeri yang berindustri seperti Indonesia, "aksi-massa", yakni
boikot, mogok dan demonstrasi, boleh dipergunakan lebih sempurna sebagai
senjata yang lebih tajam (di India tidak terjadi sebab bumiputra yang berkapital
takut pada pemogokan umum dan kekuasaan politik dari kaum buruh, ketakutan yang
tak berbeda dengan borjuasi Inggris!).
Bila
sebuah partai revolusioner berhasil mengerahkan kaum buruh yang berjuta-juta
agar meninggalkan pekerjaannya dan yang bukan buruh agar tak mau bekerja sama
serta seluruh rakyat berdemonstrasi untuk menuntut hak ekonomi dan politik
tanpa melempar sebutir kerikil pun kepada pegawai pemerintah, niscaya akibat
politik moral dari aksi itu sangat besar artinya. Ia akan mendatangkan
keuntungan dalam perjuangan politik dan ekonomi lebih besar daripada seratus
Pemberontakan Jambi atau huru-hara, pembunuhan yang aneh-aneh dan dikerjakan
oleh anggota-anggota "bagian B" dan tukang-tukang putch yang gagah. Kita tidak boleh
melupakan bahwa aksi yang akan kita lakukan itu sekarang dilarang oleh
undang-undang tetapi, tidak ada alasan bagi kita untuk meninggalkan jalan
satu-satunya itu.
Tambahan
pula, menjadi pertanyaan besar, apakah pemerintah dapat mempertahankan larangan
itu, sekurang-kurangnya jika tidak lekas patah arang oleh kekalahan kecil
seperti yang sudah-sudah.
Hak-hak manusia yang asli seperti mogok (menolak penjualan tenaga sendiri),
boikot (menolak kerja bersama, membeli atau menjual barang-barang) dan hak
berdemonstrasi (mengumumkan cita-cita) akan lenyap selama-lamanya dari bangsa
Indonesia kalau di belakang tiap-tiap orang Indonesia berdiri seorang serdadu
imperialis yang bersenjata.
Kelebihan
aksi massa daripada putch, ialah
bahwa dengan aksi massa perjuangan kita dapat dijaga, sedangkan dengan putch, kita memperlihatkan iri kepada
musuh. Di dalam aksi massa, pemimpin boleh berjalan sekian jauh menurut
kepatutan yang perlu di waktu ini. Ia selamanya dapat menentukan berapa jauh ia
boleh mengadakan tuntutan politik dan ekonomi tanpa tidak menanggung kerugian
besar (pengorbanan mesti ada dalam tiaptiap aksi massa). Dan ia tidak
kehilangan hubungan dengan massa. Demikian pun, hubungan antara massa itu
sendiri tidak putus. Dengan serangan sekonyong-konyong, yaitu tindakan keras
tukang-tukang putch yang disengaja terhadap musuh, mereka dari awalnya gampang
diserang musuh. Pemimpin aksi massa dengan memegang "peta perjuangan"
di tangannya dapat mempermainkan musuh dengan jalan maju selangkah-selangkah
dan kemudian sekali menggempur habis-habisan.
Aksi
massa membutuhkan pemimpin yang revolusioner, cerdas, tangkas, sabar dan cepat
menghitung kejadian yang akan datang, waspada politik. Ia harus juga bekerja
dengan kekuatan nasional yang sudah ada dan tidak mengharapkan kekuatan yang
sekadar lamunan. Selanjutnya, ia harus mengetahui tabiat massa yang dipimpinnya
(mengetahui waktu dan cara bagaimana reaksi rakyat terhadap kejadian-kejadian
politik dan ekonomi).
Ia
harus pandai pula bersemboyan yang menyemangatkan rakyat sehingga mengubah
"kemauan massa" menjadi "tindakan massa". Selain itu,
kedudukan politik dan ekonomi mesti diketahuinya betul-betul dan ia harus pula
pandai mempergunakannya tanpa ragu-ragu. Disebabkan kelas yang berkuasa
(pemerintah) mempunyai laskar yang lengkap dan senantiasa siap siaga maka
kecakapan dan ketangkasan pemimpin gerakan modern aksi massa mesti mempunyai
pengetahuan yang praktis tentang politik dan ekonomi dari negeri serta
psikologi rakyat dan kemudian pandai memperhitungkan kejadian kejadian politik
yang akan terjadi. Terlebih lagi, pemimpin itu harus dapat mempergunakan
"waktu" dengan cepat dan benar, juga mempergunakan sekalian
pertentangan di dalam masyarakat kapitalistis (juga di dalam laskar) yang dapat
mendatangkan keuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar