05 Juli 2019

Coretan Pena : Bagaimana sih rasanya naik MRT Jakarta?

© : Lucas Woods

Jadi ini adalah pengalaman saya waktu pertama kali cobain MRT Jakarta. Sudah lama juga sih - waktu itu saya cobain MRT Jakarta pada hari Senin, 18 Maret 2019. Memang dari beberapa hari sebelumnya saya dan dua teman saya sudah 'diskusi cantik' untuk rencana ini. Maklum, yang namanya MRT ini 'kan baru pertama ada di Jakarta, jadi jelas antusias kami (dan banyak warga ibukota lainnya) sangat tinggi! Apalagi pas saya lihat video di Instagram yang menunjukkan kalau MRT Jakarta ini dalam beroperasi sangat tenang, artinya guncangan atau apapun yang biasanya kita temui saat menggunakan transportasi (misalnya guncangan karena jalan yang rusak, ombak laut, lintasan rel, ataupun dorongan angin saat menggunakan pesawat) nyaris tidak ada dengan dibuktikannya seorang pengunjung meletakkan uang koin dalam posisi berdiri dan selama perjalanan koin itu sama sekali tidak terjatuh. Buat saya sih keren ya..

Sebelum kami mencoba MRT Jakarta, pertama-tama kami membeli tiketnya dulu. Kami membelinya di Bukalapak, waktu itu karena masih tahap uji coba jadi gratis! (Mohon maaf saja nih ya, kami penyuka gratisan. Sangat baik untuk kesehatan dompet kami~)

Saat membeli tiketnya waktu itu, kami diwajibkan untuk membaca ketentuan yang ada. Isinya waktu itu kurang lebih menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi selama kami mencoba MRT Jakarta itu menjadi tanggungjawab kami. Hal ini dikarenakan MRT yang masih dalam tahap uji coba, jadi segala risiko yang mungkin timbul akan ditanggung secara pribadi. Jujur saja, saat saya baca itu jadi sempat khawatir juga. Saya yang memang dipenuhi dengan 'sisi negatif' langsung blak-blakan berbicara pada dua teman saya itu,

"Eh ini risiko ditanggung sendiri ya?"

"Kalau pas kita naik terus itu tiang penyangga jalur atasnya ambruk dan kereta kita terjun bebas kebawah, kita mati dong?"
"Terus kalau misalkan kita udah masuk jalur bawah tanah terus itu terowongannya hancur, kita kekubur hidup-hidup dong?"
"Gak kebayang kalau tiba-tiba gempa bumi..."
"Eh serius gua takut kalau gerbongnya kelepas anjir"

Dan selanjutnya saya langsung diceramahi..

Saat hari H, saya dan kedua teman saya janjian untuk bertemu di halte Transjakarta Pancoran Tugu lalu bersama-sama menuju Gelora Bung Karno karena memang saat memesan tiketnya kami memilih Stasiun MRT Istora Mandiri sebagai titik awal keberangkatan. Karena saat itu kami tiba lebih awal daripada waktu keberangkatan yang kami minta saat pemesanan, jadi kami memutuskan untuk makan siang dulu. Yah, kami memesan untuk jam 1 siang sementara kami sudah sampai sekitar pukul 12 siang.

Oke, sekarang waktunya cobain moda transportasi barunya Jakarta!

Karena kami naik dari Stasiun Istora Mandiri, maka posisinya berada dibawah tanah. Pas mau masuk, kami harus memperlihatkan e-ticket kami ke petugas disana. Setelah diperiksa waktu dan tempat keberangkatannya sudah sesuai, baru kita diperbolehkan masuk. Nah, dari permukaan kebawahnya itu pertama-tama kita harus turun tangga. Dan sampai dibawah, e-ticket kita bakal di scan sama petugas yang lain disana baru boleh masuk stasiunnya. Jadi, dari permukaan saat kita turun kebawah itu tidak langsung ke peron kereta. Kita bakal sampai di gate-nya. Disana nanti kita harus tap kartu kita atau membeli tiket untuk single trip. Setelah kita masuk gate-nya, baru kita turun lagi untuk menuju peron kereta. Jadi intinya ada 2 sesi turun tangga (ada eskalator juga kok buat kamu yang malas olahraga dan semacam lift untuk lansia dan penyandang disabilitas), yaitu dari permukaan ke gate-nya dan dari gate-nya ke peron. Ngomong-ngomong, area untuk gate-nya luas banget! Gate-nya memang cuma beberapa (standar sih jumlahnya), tapi area-nya beneran luas banget! Mirip aula kecil lah kalau mau dibilang! Asli, keren banget! Tapi saat itu saya lumayan kesal juga, area gate yang luas itu malah dipakai sama beberapa orang buat duduk dilantai sambil makan. Udah gitu sampahnya berceceran lagi! Malah saya sempat ketemu sama dua keluarga yang justru bawa tikar kecil dan duduk santai disana! Anaknya yang mungkin sudah kelas 2 atau 3 SD malah tidur di area gate-nya!

Saya tahu ini kasar dan saya mohon maaf. Tapi jujur saja, saya gak suka! Fasilitas bagus-bagus sekelas internasional gitu malah dipakai buat piknik!

Norak!

Gak bisa jaga infrastruktur yang udah mahal-mahal dikerjain pemerintah!

Kampungan banget!

Maaf, saya ingat itu malah jadi kebawa emosi...

Kesan saya dari awal masuk stasiun sampai di peron keretanya beneran bagus! Buat saya keren banget sih, gak nyangka aja gitu ya.. Diatas tanah banyak kendaraan yang melintas, dari motor sampai bus besar sekelas Transjakarta yang Zhong Thong atau truk pengangkut BBM 32.000 Liter punya Pertamina. Belum lagi bangunan-bangunan besar yang menjulang entah berapa lantai keatas. Kalau bumi bisa ngomong, dia pasti bakal mengeluh karena sudah terlalu berat menopang segala macam infrastruktur diatas. Dan sekarang, isi dari perut bumi itu dibuat stasiun dan jalur kereta? Bohong kalau saya bilang ini tidak keren!

Saat kami turun lagi dan sampai ke peron kereta, kami sekali lagi dibuat takjub. Wey, maaf nih ya saya norak - tapi memang ini pertama kalinya saya lihat stasiun bawah tanah! Areanya luas dan dibagi menjadi 2, satu untuk peron kearah Lebak Bulus dan satunya lagi untuk peron ke arah Bundaran HI. Sekadar informasi, rute MRT Jakarta ini adalah Fase 1 dan Fase 2 dari Sarinah hingga Kemayoran masih dalam pekerjaan. Oh iya, awalnya MRT ini merupakan singkatan dari Mass Rapid Transit - namun belakangan ini berubah menjadi Moda Raya Terpadu. Yah, apapun itu singkatannya yang penting maknanya sama..

Kami memutuskan untuk memulai perjalanan kami menuju Stasiun Lebak Bulus. Kami sempat menunggu beberapa saat sebelum MRT-nya datang. Dari kejauhan kami mendengar suara kereta yang menggema hingga ke peron sebelum akhirnya kami berdiri dibelakang garis batas. Jadi di peron depan pintu masuk kereta ada garis batas berwarna kuning di sisi kiri dan kanan pintu. Garis batas tersebut untuk antrian masuk sementara lajur ditengahnya adalah untuk antrian keluar. Jadi nanti ketika masuk/keluar kita gak akan bentrok. Jangan lupa, utamakan penumpang yang keluar terlebih dahulu!


© : Lucas Woods
Saat kereta berhenti, pintu segera terbuka lalu menyusul gate berlapis kaca sebagai pemisah antara peron dan lajur kereta. Kami masuk setelah beberapa penumpang keluar. Dan saat kami masuk, yang pertama ada di pikiran saya adalah...

'Kirain bakal gimana gitu, ternyata biasa aja. Gak ada bedanya sama KRL Jabodetabek...'

Maaf, tapi itu memang kesan pertama saya. Biasa saja. Saya malah lebih kagum sama stasiunnya daripada kereta MRT-nya.

Tidak berapa lama kemudian kereta berangkat. Kami berdiri dan menikmati perjalanan. Harus saya akui, walau kesan pertama saya tadi biasa saja tapi ternyata tidak 'se-biasa' itu. Untuk saya pribadi, keretanya memang berjalan dengan sangat mulus. Tidak ada goncangan kecil seperti yang kadang ada di KRL. Dan bagian yang paling saya sukai adalah ketika MRT keluar dari jalur bawah tanah menuju jalur layang. Jujur itu saya kaget, dari gelap tiba-tiba terang gitu.

Norak ya :v

Kami turun di stasiun akhir, Lebak Bulus - lalu turun ke lantai bawah untuk berpindah peron. Sama seperti sebelumnya, kami naik kembali menuju stasiun terakhir yang lain - Bundaran HI. Dan sekali lagi, saat kereta berpindah dari jalur layang menuju jalur bawah tanah, untuk saya itu keren banget. Dari yang semula posisi kita setingkat dengan gedung-gedung tinggi, lalu perlahan-lahan turun (saya ingat banget, saya sempat melihat salah satu pegawai kantor sedang meminum kopi/teh di ruangannya dari kaca besar tembus pandang yang digunakan oleh kantor itu karena memang posisi jalur layang MRT ini berseberangan dengan kantor tersebut) lalu semakin turun hingga sejajar dengan jalan raya sebelum akhirnya pemandangan diluar jendela menjadi gelap karena kereta sudah masuk seluruhnya kedalam jalur bawah tanah. Tiba di stasiun akhir, kami turun dan kembali naik ke permukaan.

Yah, secara keseluruhan kesan saya terhadap MRT ini baik. Untuk transportasi massal saya kira sudah bagus. Apalagi bisa dibilang MRT ini adalah jenis transportasi yang bebas hambatan, jadi tentu saja sangat pas untuk diaplikasikan di ibukota yang sangat 'riweuh' ini. Tiba tepat waktu, keberangkatan sesuai jadwal, bebas hambatan, dapat menampung banyak penumpang, terintegrasi dengan bus TransJakarta pula - sudah oke banget sih menurut saya! Mengesampingkan fakta bahwa kesan pertama saya tadi biasa saja, ada baiknya kita tidak menilai sesuatu dari penampilannya (karena tadi saya bilang tidak ada bedanya dengan KRL) tapi dari fungsi dan manfaatnya. MRT ini menjangkau daerah-daerah yang memang sebagai pusat keramaian, jadi memang sangat pas.

Akhir kata, kita sebagai pengguna transportasi publik juga harus ikut merawat infrastruktur yang sudah diberikan pemerintah. Biaya pembangunan MRT ini tidak murah, dari uang kita/orang tua kita yang bayar pajak juga. Jadi gunakan sebijak mungkin ya!

Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar