VIII
REVOLUSI DI INDONESIA
1.
Kemungkinan Besar Akan Timbulnya Revolusi
Masalah
politik, ekonomi dan sosial yang mungkin menimbulkan revolusi di Indonesia
rasanya tak perlu kita kupas lagi, karena sudah beberapa kali kita terangkan di
atas. Cukuplah dikemukakan kesimpulan yang di bawah ini :
a. Kekayaan
dan kekuasaan sudah tertumpuk ke dalam genggaman beberapa orang kapitalis;
b. Rakyat
Indonesia semuanya makin lama semakin miskin, melarat, tertindas dan
terkungkung;
c. Pertentangan
kelas dan kebangsaan makin lama semakin tajam;
d. Pemerintah
Belanda makin lama semakin reaksioner;
5. Bangsa Indonesia dari hari ke hari semakin bertambah kerevolusionerannya dan tak "mengenal damai".
Karena
dugaan bahwa imperialis Belanda dengan tiba-tiba menjadi cerdas, cerdik dan
sanggup mengadakan islah-islah yang merugikan kapitalis besar dapat dipandang
sebagai khayal dalam "Cerita Seribu Satu Malam" maka proses revolusi
yang berlangsung sekarang tidak akan tertahan. Sebaliknya, perjalanan makin
lama semakin pesat dan tiap-tiap waktu pecahnya revolusi boleh diharapkan.
Apalagi
sebagian dari revolusi itu sudah terbukti. Beberapa pemberontakan yang pecah
dengan sendirinya di Jawa dan Sumatera selama 300 tahun dalam "keberkahan"
imperialisme Belanda adalah akibat perbenturan kelas dan kebangsaan yang pada
mulanya berupa pemberontakan agama. Juga kekacauan politik semenjak 15 tahun,
ini berupa berbagai hasutan dan aksi dan yang lebih jelas berupa niatan dan
perbuatan anarkis di Jawa dan pembunuhan atas pegawai-pegawai Pamong Praja di
Sumatera Barat yang melunturkan kepercayaan terhadap kekebalan imperialisme
Belanda, semuanya tergolong akibat perbenturan kelas dan kebangsaan.
Akan
tetapi, perbenturan besar antara kelas dan kebangsaan yang dahsyat, pecah
semata-mata karena pertentangan itu sendiri dan bersifat modern, yaitu berupa
"revolusi", belum terjadi di Indonesia!
Kelak
ia pasti melanda seluruh kepulauan ini dan meletus-letus dengan sendirinya.
2.
Sifat Revolusi Indonesia yang Akan Timbul
Bagaimana
rupa revolusi itu? Apakah sifat-sifatnya yang ditunjukkan bila ia meletus besok
atau lusa? Inilah yang harus kita, sebagai revolusioner, tanyakan kepada diri
sendiri dan menjawabnya sekali, jika kita mau menjauhi politik "terombang-ambing" seperti
Douwes Dekker dan Tjokroaminoto. Menurut jawaban atas pertanyaan itu, kita
tempa alat-alat revolusi, yaitu program organisasi dan taktik kita.
Pengupasan
yang cocok betul atas masyarakat Indonesia merupakan syarat terutama untuk mendapat
perkakas revolusi. Hal itu pulalah yang menjadi syarat pertama yang mendatangkan
kemenangan revolusi kita.
Jika
pengupasan itu tidak sempurna atau kita keliru dengan ramalan dan kesimpulan
kita, kemenangan itu tidak akan pasti atau sebentar saja. Kita tak mempunyai
horoskop yang dapat melihat peristiwa yang bakal terjadi layaknya ahli nujum
meramalkan kehidupan seseorang di kemudian hari. Akan tetapi, dengan Marx dan
Lenin sebagai penunjuk jalan dapatlah kita tentukan sedikit garis-garis besar
dari revolusi di Indonesia (melihat tingkat kecerdasan kapitalisme pada waktu
ini).
Tentulah
revolusi itu akan berbeda dengan "Pemberontakan Maroko". Hal ini
benar sekali sebab Indonesia tenaga produksinya lebih tinggi (industri,
pertanian, pengangkutan dan keuangan yang besar kuat) daripada negeri tani
kecil dan gembala domba seperti Maroko. Juga Indonesia, terutama Jawa, tidak
berpegunungan yang dapat didiami dan gurun pasir luas tempat kaum revolusioner
menyembunyikan diri bertahun-tahun untuk kemudian setiap saat dapat meneruskan
perang gerilya.
Dan
lagi, ia tak akan berupa revolusi proletar sejati seperti di Jerman, Inggris
dan Amerika (yang penduduknya sebagian besar terdiri dari kaum buruh) karena
kapital Indonesia masih terlalu muda, belum subur dan masih lemah. Oleh karena
itu, kaum buruh kita kalau dibandingkan dengan kaum buruh di negeri Barat, jauh
ketinggalan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tambahan pula, keadaan kaum
yang bukan buruh yang juga akan turut mengadakan revolusi masih ada di dalam zaman
revolusi borjuasi dan revolusi nasional.
Revolusi
kita juga tidak akan menyamai revolusi borjuasi seperti di Prancis tahun 1789
karena borjuasi kita masih terlampau lemah dan feodalisme sebagian besar sudah
dimusnahkan oleh imperialisme Belanda. Juga ia tidak akan menyamai Revolusi
Prancis tahun 1870 karena kita agaknya mempunyai tenaga-tenaga produksi lebih
cerdas, tambahan lagi nisbah sosial sangat berlebihan.
Akan
berlainan pula ia dengan Revolusi Rusia yang feodalismenya boleh dikatakan
lemah dan borjuasinya muda yang oleh perang bertahun-tahun menjadi sangat
mundur, sedangkan kaum buruhnya muda, gembira dan dididik menurut aturan Lenin.
Kita harus berjuang melawan imperialisme Barat meskipun kecil, ia tak boleh
diabaikan sebab ia mempunyai tipu kelicinan dan suka menjadi
"pelayan" imperialisme Inggris yang besar itu.
Ia
akhirnya tidak akan menjadi revolusi politik semata-mata seperti yang biasa
akan terjadi di India, Mesir dan Filipina, yaitu borjuasi bumiputra merebut
kekuasaan politik saja (kekuasaan parlemen) karena kapitalis nasionalnya kuat
dan kaum intelektualnya sudah lebih banyak daripada di Indonesia.
Revolusi
Indonesia sebagian kecil menentang sisa-sisa feodalisme dan sebagian yang
terbesar menentang imperialisme Barat yang lalim. Ia juga didorong oleh
kebencian bangsa Timur terhadap bangsa Barat yang menindas dan menghina mereka.
Pati
revolusi (sekurang-kurangnya di Jawa) harus dibentuk oleh kaum buruh industri
modern, perusahaan dan pertanian (buruh mesin dan tani). Benteng-benteng politik,
terutama ekonomi imperialisme Belanda, hanya dapat dipukul oleh kaum buruh. Di
sekitar kaum bumi itu berbaris kaum borjuasi kecil yang mundur maju tak pungguh
hala (Kaum borjuis akan menurut bila mereka tahu akan memperoleh kemenangan;
itu pun di belakang sekali. Pun kalau mereka sungguh suka turut. Lebih dari itu
"tidak" dan jangan diharap).
Revolusi
Indonesia yang memperoleh kemenangan akan mendatangkan perubahan yang tepat
dalam perekonomian, politik dan sosial pada waktu kecerdasan kapitalistis menghadapi
krisis. Bila kaum buruh kita tetap giat, dapatlah mereka memegang peran yang
terpenting.
(isi diluar tanggung jawab saya karena semata-mata hanya untuk meneruskan informasi, jika terdapat kesalahan penulisan/pengartian/kosakata maka yang digunakan sebagai rujukan utama adalah buku "Aksi Massa" oleh Tan Malaka terbitan Teplok Press, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar