04 Mei 2020

Coretan Pena : Kemah pertama berujung uji nyali

© : Lucas Woods

Jadi ini adalah cerita lama saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) sekitar tahun 2008. Karena ini sudah cukup lama, jadi memori saya juga tidak begitu banyak. Tapi ada satu kejadian yang sampai sekarang masih saya ingat, yaitu saat sekolah saya mengadakan kegiatan Perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) untuk anggota Penggalang di gugus depan kami. Sekadar info, saat itu adalah kali pertama saya mengikuti kegiatan perkemahan. Ditambah lagi sekolah kami selalu melakukan kegiatan perkemahan anggota penggalang pramuka di luar sekolah, jadi saat itu saya cukup bersemangat untuk mengikuti kegiatan tersebut. But well, inti ceritanya bukan perihal bagaimana kegiatan pramuka kami sih...

Jadi saat itu saya adalah ketua dari salah satu regu pramuka di gugus depan kami. Jabatan ketua itu sendiri sebenarnya sudah saya pegang saat saya dan teman-teman masih dalam kesatuan anggota Siaga — dan saya kembali dipercaya untuk menjadi ketua di tingkat Penggalang. Sebagai ketua, tentu ada tugas dan tanggungjawabnya. Yang utama dari semuanya adalah saya harus memastikan keamanan anggota regu saya selama perkemahan berlangsung. Tapi ya namanya juga anak SD, masih bocah — pasti lebih suka hahahihi jalan-jalan keliling area kemah daripada mengurus ini itu. Anggota regu saya juga isinya seusia saya semua kok, jadi bisa dipastikan bagaimana riweuh-nya kami saat pertama kali tiba di area kemah.

Saat semua regu sudah tiba di lokasi kemah, pembina mengumpulkan kami dan memberitahu lokasi tenda kami masing-masing. Saat itu regu kami mendapatkan posisi tenda nomor dua dari ujung, jaraknya lumayan dengan pendopo tempat pembina dan para guru pendamping beristirahat. Formasi tenda dalam kemah kali ini adalah membentuk huruf "U" dimana pendopo berada di utara. Sisi timur pendopo memiliki dinding tinggi sebagai pemisah dengan kamar mandi, sehingga tenda kami yang memang berada di sebelah timur tidak terkena pantulan cahaya dari lampu di pendopo. Ditambah lagi disamping tenda yang bersebelahan dengan kami, ada sebuah menara yang diatasnya terdapat tangki air. Menara itu cukup tinggi dan tanpa penerangan. Tidak hanya itu, tepat dibelakang tenda regu kami terdapat sebuah pohon yang cukup besar dan rindang. Saya juga tidak tahu itu pohon apa dan saya juga tidak begitu peduli dengan itu, maklum namanya juga bocah — masih gak peka sama keadaan sekitar.

Sudah mulai paham 'kan arah ceritanya kemana? wkwkwk

Jadi saat malam hari setelah kami menyelesaikan tugas terkait morse (sandi) cahaya, kami diperbolehkan istirahat. Regu kami sendiri terdiri dari 9 orang termasuk saya, jadi untuk posisi tidur di dalam tenda lumayan enak — gak perlu sampai berdempetan seperti ikan teri. Letak tidur kami juga diatur sesuai kesepakatan pada siang sebelumnya, yang tinggi berpasangan dengan yang pendek. Ini bukan rasis atau semacamnya, tapi demi porsi seimbang dan tidak memakan tempat berlebih untuk meletakkan tas dan barang bawaan lain. Wakil ketua mendapatkan posisi tidur dibagian ujung belakang, menjaga pintu disana yang langsung berhadapan dengan pohon rindang yang tadi saya katakan. Sementara saya sebagai ketua regu mendapatkan letak tidur yang persis berada di pintu masuk. Hal ini bertujuan untuk memudahkan saya sebagai ketua mengamati kondisi andai saja pembina secara mendadak memanggil para ketua regu sekaligus menjaga bagian depan tenda. Anggap saja apabila nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, saya bisa dengan cepat memberi arahan kepada teman-teman lain.

Jadi malam itu ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba saja saya terbangun. Bukan! Bukan karena saya digigit semut merah, bunyi peluit pembina, atau kaki teman yang menghajar perut saya karena tidak bisa mengontrol diri saat mengigau. Saya terbangun karena ada batu tajam yang menusuk punggung saya!

Sial betul!

Saya adalah tipe orang yang kalau sudah bangun pasti balik tidurnya susah lagi, makanya saat itu saya kesal juga. Susah payah saya mencoba untuk kembali tidur tapi tetap saja tidak bisa, jadi akhirnya saya memutuskan untuk mengintip sedikit keluar tenda. Sepi sekali, tidak ada yang keluar tenda. Para guru di pendopo juga sudah tidur. Hanya api unggun di tengah perkemahan yang masih menyala kecil, mungkin saat kami beristirahat tadi para guru memadamkannya. Karena tidak ada orang akhirnya saya memutuskan untuk berusaha kembali tidur. 

Nah ini nih, salah satu momen kampret yang terjadi di perkemahan pertama saya!

Saat saya membalikkan badan untuk menghadap kearah pintu belakang, saya melihat sebuah bayangan hitam tinggi tengah berdiri disana! Gak cuma itu aja, saya juga melihat sesuatu yang bentuknya mirip seperti kucing berwana hitam dengan mata merah menyala! Kucing hitam itu berdiri tepat didepan bayangan hitam tinggi tadi dan seperti melihat saya dengan mata merah itu! Saya benar-benar takut. Sebagai bocah SD yang polos dan mudah terhasut dengan cerita-cerita mistis tentunya saya panik setengah mati. Saat itu saya gak kepikiran yang lain, yang ada di kepala saya hanya "itu apa? Itu apa? Itu apa?!". Saya langsung balik badan, kembali menghadap kearah pintu depan. Saya panik luar biasa, antara takut dan khawatir. Takut karena memang saya masih bau kencur dan khawatir karena bayangan itu persis dibelakang wakil saya yang sedang tidur menghadap pintu depan! Untuk beberapa saat saya sempat bingung harus melakukan apa, hingga akhirnya saya memutuskan untuk mengecek ke belakang tenda. Ini demi keamanan regu saya juga, berhubung saat siang hingga sore hari tadi ada pedagang yang menjajakan jualannya dengan gerobak berhenti dan stay dibelakang tenda kami. Kebetulan dibelakang tenda kami adalah pohon rindang yang berhadapan langsung dengan sebuah jalan kecil. Saya bangkit dari posisi tidur saya dan mencari senter yang memang saya letakkan tepat disamping kepala saya, dan saat itu saya baru menyadari sesuatu ;

Saya tidak menggunakan kacamata!

Sebagai orang yang memang mengalami mata minus, tentu penglihatan kabur adalah hal yang wajar. Karena itulah saya langsung berubah jadi positive thinking, yakin 95% yang tadi hanya halusinasi saja. Ditambah dengan jiwa kepo seorang bocah SD yang luar biasa, saya langsung semangat '45 untuk mengecek ke belakang tenda. Setelah mengambil senter dan memakai sendal, saya langsung keluar dan berjalan ke belakang tenda. Tidak ada apapun disana, begitu pula dengan jalan yang sepi. Berikutnya tanpa ragu saya langsung menyorot pohon besar tadi, mengamati dari tanah sampai atas. Tidak ada apa-apa.

Ya, saya tahu. Konon katanya tidak boleh menyorot pohon dengan senter atau jenis cahaya lain, katanya 'mereka' tidak suka. Orang bilang ketika kita melakukan hal seperti itu, artinya kita menantang 'mereka'. Tapi ya mau bagaimana lagi, saya tahunya baru sekarang wkwkwk

Setelah mengecek, saya memutuskan untuk kembali tidur. Kondisi pikiran sudah mulai jernih, gak ada tuh yang namanya takut lagi. Dan sama seperti sebelumnya, saya hanya bisa uring-uringan diatas sleeping bag. Cukup lama juga saya 'menggelepar' berusaha mencari posisi paling uenak untuk tidur, tapi masih aja melek. Akhirnya saya memilih untuk keluar dari tenda dan mencari udara segar (yang benar sih keluar untuk cari kerjaan biar capek terus tidur). Saya berjalan perlahan menuju area tengah perkemahan, tempat dimana api unggun masih menyala kecil. Saya mengamati area pendopo yang menjadi satu-satunya tempat dengan penerangan yang luar biasa dahsyat. Kami berkemah di kawasan yang memang diperuntukkan bagi kegiatan pramuka, jadi lingkungannya bisa dikatakan seperti hutan. Bayangkan, hutan 'kan gelap tuh, terus ada satu bangunan yang berdiri ditegahnya. Jelas dong cahaya hanya berasal dari bangunan itu? Sama pula dengan pendopo ini. Di camping ground kami, satu-satunya sumber cahaya utama yang terang banget ya pendopo itu. Sisanya gelap semua. Dan demi keamanan pribadi agar tidak tertangkap oleh pembina, saya memutuskan untuk berjalan tanpa cahaya dari senter. Bisa kepergok saya, bahaya!

Saya melirik jam tangan yang saya kenakan. Saya ingat betul ketika keluar tenda itu sekitar jam 12 malam, cuma lupa lewat berapa menit. Pokoknya antara lewat 20-30 menit, sekitar itu. Jarak dari tenda kearah api unggun bisa dibilang lumayan, soalnya camping ground yang kami pakai juga memang luas. Saya gak tau pasti berapa meternya, saya buta soal begituan. Dekat sih, tapi gak deket banget. Mungkin seukuran empat Transjakarta gandeng (tiga pintu) kalau parkir berjejer kali ya? Atau mungkin tiga? Hhhmm...

Lanjut!

Saya berjalan pelan-pelan kearah api unggun, jangan tanya mau ngapain. Saya juga gak tau, cuma males aja gak bisa tidur di tenda. Saat sedang mengendap-endap bak maling takut kepergok, saya langsung berhenti. Ada orang di pendopo yang sedang berdiri! Saya gak tau siapa, walau sudah pakai kacamata sekalipun tetap gak jelas. Jarak ke pendopo lumayan sih. Yang pasti itu salah satu guru saya, ada pengawas yang belum tidur! Serem juga, saya gak mau kena semprot malam-malam. Saat saya lagi galau gundah gulana mau balik ke tenda atau ngacir ke arah lain, tiba-tiba saja ada yang menepuk pundak saya. Sontak saya melompat kecil, kagetnya bukan main! Horror dong, di hutan lagi jalan sendiri terus ada yang nepuk dari belakang

Tapi kalem. ternyata itu salah satu teman saya, anggota regu saya juga. Pas saya tanya kenapa keluar, doi bilang gak bisa tidur juga dan melihat saya yang tidak ada di tenda. Saya heran dong, perasaan pas saya ngecek ke belakang tenda sebelumnya, saya yakin 100% anggota saya sudah pada tepar semua, lalu kenapa anak ini masih segar bugar? Pas saya tanya kenapa gak bisa tidur, dia bilang wajahnya gak sengaja kena tampar teman saya yang lagi ngigau wkwkwk XD

Singkat cerita, kami kembali ke tenda. Saya memintanya untuk mencoba tidur, begitupun dengan diri saya sendiri. Tapi masih sama seperti sebelumnya, saya tetap tidak bisa tertidur. Saya bangkit dan duduk, mengamati teman-teman lain yang tertidur pulas. Mungkin karena suara sleeping bag, teman yang tadi menepuk pundak saya kembali bangun dan ikut duduk di tempatnya. Karena sama-sama tidak bisa tidur, kami memutuskan untuk mengobrol pelan-pelan agar tidak membangunkan yang lain. Ketika kami asyik mengobrol, saya melihat sebuah bayangan (lagi) berupa seseorang tengah berjalan ke arah tenda kami. Bayangan itu bukanlah bayangan hitam di belakang tenda seperti sebelumnya. Itu adalah bayangan yang terpantul di tenda kami karena adanya cahaya yang menyorot objek itu. Bayangannya sangat jelas dimata saya meskipun tidak memakai kacamata ; bayangan seseorang yang tinggi dengan sebuah topi dan celana pendek selutut. Bayangan itu berjalan dari arah tenda lain yang berada tepat disamping menara air yang sebelumnya saya ceritakan, berjalan ke arah tenda kami! Sontak saya langsung meminta kawan saya itu untuk segera berbaring dan berpura-pura tidur, hal yang sama juga saya lakukan.

Posisi saya berhadapan dengan pantulan bayangan itu, jadi bisa dikatakan bahwa bayangan itu berjalan dari arah belakang saya (saya bingung bagaimana menjelaskannya, tapi intinya bayangan itu berjalan dari arah dimana posisi kepala saya saat tidur berada). Saya cukup ketakutan, karena dari postur dan perlengkapan yang digunakan seperti topi dan celana pendek selutut, semua itu sangat cocok dengan ciri-ciri pembina kami! "Tadi ketahuan ya?" itu pikiran saya selama berpura-pura tidur. Saya membalikkan badan kearah pintu depan, membuka mata dan bersiap-siap jika seandainya itu memang pembina kami yang sedang mengecek kondisi kami. Tapi tidak ada — tidak ada yang menengok kedalam tenda kami ataupun bunyi sendal yang berhenti tepat di depan tenda. Saya makin ketakutan. Bukan karena apa-apa, tapi saya baru ingat kalau diatas kepala saya itu ada jendela! Makin parno saya, takutnya pembina mengintip dari jendela yang berada diatas kepala saya itu!

Saya langsung merem sekuat tenaga, takut ketahuan. Tapi sudah beberapa menit berlalu, tidak ada tanda-tanda dari pembina kami. Saya memberanikan diri untuk membuka mata, menegakkan posisi tidur saya untuk menatap langit-langit tenda. Saya melirik kearah dinding tenda di depan saya, pantulan bayangan itu sudah tidak ada. Saya juga melirik kearah jendela tepat diatas kepala saya, masih tertutup rapat seperti sebelumnya. Saya menarik napas lega, langsung duduk diatas sleeping bag. Teman saya yang tadi juga langsung ikut duduk begitu mendengar saya memanggil namanya. Saya bertanya apakah tadi dia melihat pembina kami, dan dia menggelengkan kepalanya. Dia justru balik bertanya, mengapa tadi saya terlihat ketakutan dan memintanya untuk tidur? Ya langsung saja saya jawab kalau pembina sepertinya sedang berjalan kearah tenda kami. Saya katakan bahwa bayangannya tadi jelas terpantul di dinding tenda. Teman saya justru terlihat kebingungan dan balik bertanya, bayangan apa? Dia bahkan tidak melihat pantulan apapun di dinding tenda. Saat itu saya baru terpikirkan satu hal,

Saya sudah meminta tolong teman untuk mematikan lampu minyak di depan dan belakang tenda sebelum kami tidur   jadi itu cahaya apa dan bayangan siapa?

Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar